29 November 2008

Al Quranku Berdebu


Hari ini hari Minggu, hari yang indah untuk bersih-bersih rumah. Sebenernya sich aku nggak ada waktu ngebersihin rumah selain hari sabtu ato minggu. Alhasil ya rumah ku tercinta bersih cuma dikedua hari itu. biasanya sich hari Sabtu tapi karena Sabtu ini tetanggaku ada yang meninggal, maka sebagai sesama umat Muslim kita wajib untuk melayat keluarga yang ditinggalkan. Jadi ngebersihin rumahnya baru terlaksana hari Minggu pagi. Pembersihan rumah ini aku mulai dengan mengelap semua lemari (semua padahal kan cuma satu lemari.red) terus lantainya disapu, ngebersihin halaman, dilanjutkan dengan mengepel lantai. Yap skejul pembersihan sudah siap tinggal pelaksanaanya, semoga bisa terlaksana semua.
Skejul pertama membersihkan perabotan. Kuabil serbet lalu ku seka semua debu yang tampak di pandanganku. Lanjut ke rak TV, tempat Favoritku, disana banyak sekali barang-barang, mulai dari barang yang wajar dan seharusnya disana seperti Playstation 2, koran dan majalah, dan barang barang miniatur. Hingga barang-barang yang aku anggap nggak wajar seperti, gelas yang seharusnya di rak piring, Alat-alat mandi yang tentunya berada di kamar mandi, juga borgol yang seharunya dibawa pak polisi ada di sana. Semua barang-barang tersebut aku keluarkan dan aku bersihkan, dan sampah-sampah yang tidak berguna aku buang ke tong sampah.
Kemudian aku rogoh rak lebih dalam dan kutemukan Al Quranku. Lama aku termenung memperhatikan Al Quranku ini. Sedih sekali melihat sampulnya penuh debu, seperti buku-buku tua yang ada di perpustakaan. Warna sampul Hijau tua Al Quran itu terlihat memudar. Terkenang Bagaimana ayahku memberikan Al Quran itu sebagai oleh-oleh saat ia menunaikan ibadah Haji. Dengan perlahan aku buka Al Quran itu pada batas terakhir yang pernah aku baca. Aku mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kali membaca si Kulit Hijau itu. tapi sungguh aku benar-benar tidak ingat, itu sudah lama sekali. Sebenarnya tinggal sedikit lagi aku berhasi menghatamkan/menyelesaikan Al Quran itu, tinggal 1 jus lagi. Tapi membutuhkan waktu yang sangat lama hingga aku tidak bisa mengingatnya.
Terus terang aku lebih menyukai diriku yang dahulu. Meski bukan orang yang bener-bener ahli ibadah, tetapi paling tidak aku mampu mengerjakan semua perintah termasuk yang sunnah. Aku shalat 5 waktu di Masjid, ikut pengajian, Puasa Senin-Kamis, Tilawah di rumah, Shalat Malam dan lain-lain. Namun semakin lama kegiatan itu semakin memudar dan hilang. Aku tau aku berada dalam masa futur, yaitu masa dimana gairah beribadah ku menurun. Tapi ini terlalu lama hampir satu tahun, dan grafiknya pasti sangat curam seperti jurang yang tanpa dasar. Yah memang seperti sedang tejerembab dalam jurang yang tanpa dasar, dan tanpa sadar aku terperosok semakin dalam dan dalam.
Ya Allah bantulah hambamu ini, keluarkanlah aku dari jurang penuh nista ini, kembalikan semangatku untuk beribadah kepada Mu. Ya Allah berikanlah kesempatan kepadaku untuk memperbaiki Ibadahku. Sebelum Kau Pisahkan Ruh dari Jasad ini. Sungguh aku takut akan Siksa Kuburmu, Apalagi Siksa Nerakamu yang abadi. Jauhkanlah aku dari semua itu ya Allah. Izinkan Aku berada di surgamu, meski hanya dapat tempat untuk memijakkan kaki dan mencium harumnya wangi syurgamu.
Amin...

Selengkapnya...

15 November 2008

ARTI SEBUAH NAMA


Hari ini aku ingin bercerita tentang namaku yang aneh tapi bangga memilikinya. Hal yang menjadi kotroversi di kalangan rekan-rekan media dan sesama artis. Banyak sekali orang yang bilang “kok namanya kayak nama perempuan sich?”, “Namanya aneh banget kayak nama orang bali? Dari Bali ya?”. Bali? Kesana saja aku belum pernah, boro-boro mau Brojol disana.
Pernah suatu ketika aku harus periksa kesehatan untuk syarat masuk Prodip I STAN. Seperti pasien kelas bawah lainnya aku ngantri untuk mengambil kartu pendaftaran. Hampir setengah jam mengantri dan akhirnya aku sampai di depan loket.
“Sudah pernah berobat disini?” Tanya petugas loket.
“Belum pak!” Jawabku ramah.
“Nama?” Tanya pak petugas.
“Geka ?” Ujar ku
“Ooo!” kata pak petugas sambil mengangguk. Entah mengangguk tanda mengerti atau memang kepalanya tengleng, yang ditulisnya hanya huruf ‘J’ dan ‘K’ kok namannya pakek inisial segala? J,K ? Joko Kasmaran? Ato Jojon Katrok? Wah salah tulis nih bapak.

“Pak Bukan J pak tapi G! G… Gatel… Garuk… Gaplek…” aku mencoba mencari kata-kata berimbuhan G untuk memperjelas namaku.
“Oh GK..” kata pak petugas.
GK? Gunung Kidul? Gajah Keseleo? Waduh dodol ni orang, SD nya 9 tahun kali ya!
“Pak, Geka pak!” tukasku.
“Iya Ini Geka” jawab pak petugas loket yang mulai kesal karena merasa dipermainkan.
“Iya tapi tulisannya masih salah!” aku pun mulai ngotot, masalah harga dini nich.
“Nih tulis sendiri!” Pak Petugas itu memberikan kartu berobat warna merah menyala.
Kemudian ku isikan nama lengkapku “GEKA ARISSTA” dengan S dobel supaya hurufnya pas sebelas. Tapi kenapa harus sebelas? Yah katanya sih kalo dipisahin sebelas itu jadi satu dan satu trus kalo dijumlahin jadi dua (1+1=2). Tolong gak usah ditanya kenapa harus dua karena aku bakalan bilang kalo dua itu bakalan jadi satu kalo dikurangin satu yang lain (2-1=1). Intinya aku juga gak tau kenapa harus sebelas.
Setelah semua data pribadi diisikan, aku menyerahkan kembali kartu pendaftaran itu. Kemudian sang petugas mencatat nama ku dengan dua ‘S’ tadi beserta data pribadi lainnya.
“Mas yang sakit mana?” Tanya pak petugas sambil melihat kesekelilingku.
“ Bukan sakit pak, Saya yang mau periksa kesehatan!” jawabku.
“Geka itu anda tho?” ujar sang petugas terlihat bingun.
“Kirain Geka itu Perempuan, Makanya kartu nya Merah” gumam sang petugas.
Pak Petugas loket kemudian mengeluarkan kartu warna biru untuk pasien pria. Dengan sedikit males-malesan ia menyalin ulang data pribadiku ke kertas biru itu.
“Gak usah diganti pak! biar aja. Sapa tau ada dokter bedah kelamin yang lagi nganggur, saya pengen bedah jadi perempuan sekalian!” ucapku sambil mengambil kartu berwarna merah itu dan beranjak pergi.
Lalu bagaimana aku bisa dinamakan GEKA ARISSTA. Menurut penuturan saksi kunci yang sekaligus merangkap sebagai ayahku, saat itu telah terjadi tragedi berdarah dirumahku.
Pagi itu ayah sedang bersiap-siap berangkat ke kantor. Beliau menyiapkan semuanya sendiri karena istrinya sedang tergolek lemas akibat sedang mengandung aku. Usai mandi, gosok gigi, pakai baju, sebagai sentuhan terakhir ia mencukur jenggotnya.
Saat itulah tragedi berdarah itu terjadi. Pisau cukur itu melukai wajahnya, itu terjadi karena ayah melamun memikirkan nama yang tepat buatku. Dengan darah itupula beliau menuliskan nama pada cermin yang berada tepat di didepannya saat itu.
Kemudian beliau bergumam “ Akan ku beri nama Anakku GEKA ARISSTA” terbayang olehnya saat dia angkat aku dan di tunjunjukkanya pada seiisi hutan. Seluruh pernghuni hutan bersorak menyambut sang pangeran baru. Raja hutan mereka?? Kok kayak film Lion King? Ah gak usah dipikirin. Lanjut…
Menurut penuturannya. GEKA itu dari kata giga yang dalam bahasa Yunani berarti Satu Milyar dan ARISSTA berasal dari bahasa Sanksekerta yaitu Seunurissta yang artinya harapan. Kalo namanya giga seunurissta kayaknya gak cocok dengan lidah orang Indonesia yang terbiasa mengucap Ghetuk sama Temphe dari pada Keju. Makanya sedikit di Indonesiakan akhirnya terciptalah kata GEKA ARISSTA yang kalau di artikan sebagai Beribu-ribu harapan keluarga di emban olehku.
Banyak orang bilang apalah arti sebuah nama. Bagiku arti sebuah nama adalah Harga Mati. Karena nama adalah ribuan doa orang tua kita yang disarikan menjadi nama kita. Nama juga merupakan jati diri kita dalam masyarakat. Kalau kita baik maka baik pula nama itu begitu juga sebaliknya kalau kita buruk maka buruk pula nama kita di masyarakat. Memang ada orang yang mau namanya sama dengan nama mahluk-mahluk lain yang berkaki empat? Gak kebayang kalo orang udah ganteng, tinggi, pinter, baik, eh waktu kenalan namanya Kepiting, kecoak, atau trenggiling. Kan mendingan meski wajah jelek, pendek, hitam, meski hidup tapi kalo kenalan di telpon namanya Muhammad Khadafi. Bisa naik juga tu pamor, tapi ya kalo bisa tetep telpon-telponan aja gak usah ketemuan. Kalo ketemuan yang pamornya turun lagi.
Banyak temen-temen sesama selebritis yang rela merubah namanya hanya supaya namanya bisa memebawa hoki pada pekerjaanya. Pokoknya nama adalah segalanya, sesuatu yang harus dijaga keluhurannya.

---ggg---
Selengkapnya...